ICN Bekasi JABAR – Pengadilan Negeri (PN) Bekasi, Provinsi Jawa Barat (Jabar) mengabulkan Gugatan yang diajukan oleh Penggugat (Debitur) terhadap PT. Toyota Astra Financial Services (PT. TAF) atas Tindakan yang dilakukan Petugas Penagihnya atau yang dikenal dengan sebutan DEBT COLLECTOR (DC). Dalam Putusannya, Hakim menyatakan bahwa PT. TAF terbukti telah melakukan Wanprestasi (Ingkar Janji), Jum’at (07/06/2024).
Penggugat yang mempercayakan Kasus yang dihadapinya kepada Widi Syailendra dari Kantor Hukum DPP Attorney at Law menyambut baik keputusan tersebut. Widi Syailendra menyatakan, bahwa Putusan tersebut tidak hanya berlaku bagi Kliennya, tetapi juga bagi seluruh Masyarakat Indonesia yang menggunakan Jasa Lembaga Pembiayaan.
Menurut Widi Syailendra, Tindakan sewenang-wenang kerap dilakukan oleh para Pelaku Usaha Jasa Keuangan dan Petugas Penagihnya yang bertugas di Lapangan (Red, Debt Collector), seperti Penarikan Paksa Kendaraan, Penambahan Biaya di luar Perjanjian Kredit, dan Penolakan Angsuran Pembayaran yang tidak sesuai dengan Total Biaya Keterlambatan.
“Kami berharap keputusan ini menjadi Pelajaran bagi Pelaku Usaha Jasa Keuangan agar lebih Compliance dan mendidik Petugas Lapangan Mereka,” Tegas Widi Syailendra, Kuasa Hukum Penggugat.
Perlu diketahui, Kasus tersebut bermula pada Tanggal 2 April 2024, ketika Penggugat (Red, Nasabah PT. TAF) didatangi oleh beberapa Orang Penagih Hutang atau Debt Collector yang mengatasnamakan PT. TAF. Mereka kemudian merampas dan membawa kabur Kendaraan Nasabah atau Konsumen secara Paksa, meskipun Kendaraan tersebut telah dititipkan di Kantor Kepolisian Resort Bekasi Kota.
Menurut Kuasa Hukum Penggugat, bahwa Praktik Pencegatan di Tempat Umum merupakan Tindakan yang mempermalukan Konsumen, dan Penarikan Kendaraan secara Paksa di Tempat Umum juga bukanlah cara yang Manusiawi untuk menyelesaikan Persoalan atau Masalah. Widi Syailendra berharap Keputusan ini dapat menjadi Pelajaran berharga bagi para Pelaku Usaha Jasa Keuangan.
“Sudah banyak contoh Debt Collector yang ditangkap dan diproses secara Pidana. Hari ini, Gugatan Perdata terhadap Badan Hukum pun telah Kami menangkan. Semoga ini menjadi Pelajaran yang berarti,” Imbuh Widi Syailendra, Kuasa Hukum Penggugat yang juga merupakan Lawyer Gerakan Rakyat Peduli Bangsa (GRPB) Indonesia menutup keterangannya kepada Media Tipikor Indonesia (MTI) & Indonesian Corruption News (ICN).
Dan yang perlu diketahui, Widi Syailendra hanya berupaya membantu Warga Masyarakat (Penggugat) yang merasa selalu mendapat tekanan dari para Debt ColLektor (DC) tanpa dibayar.
Toyota Astra Financial Service (PT. TAF) merupakan Perusahaan Pembiayaan yang didirikan dengan Kepemilikan masing-masing 50% oleh Astra International (Indonesia) dan Toyota Financial Services Corporation (Jepang.
Perusahaan tersebut menawarkan berbagai Fasilitas Pembiayaan Multiguna untuk bisa memeiliki Mobil Toyotam Daihatsu & Lexus, Fasilitas Pembiayaan Investasi dan Modal Kerja dengan 6 Lini Bisnis. TAF memiliki Cabang yang tersebar di seluruh Indonesia.
Padahal TAF sendiri dalam Visi Misinya ingin memberikan Solusi yang terbaik bagi Pelanggannya dalam Pembiayaan Kendaraan dan bisa menjadi Mitra Toyota untuk meraih Keberhasilan Jangka Panjang, serta menjadi Perusahaan Pilihan untuk berkarya dan Kemakmuran bagi Masyarakat.
Selain itu, dalam salah satu Program TAF Syariahnya, Slogannya berbunyi, “Ingin Pembiayaan Mobil dengan Hati yang Tentram? Pembiayaan Mobil Solusinya. Miliki Mobil Impianmu dengan Prinsip Syariah yang Nyaman, Aman dan Mudah.
Namun Faktanya, para Pelanggannya kerap dibuat ketakutan dan kebingungan oleh para Petugasnya (DEBT COLLECTOR) yang bertugas di Lapangan. Ancaman, Teror dan Intimidasi kerap Mereka lakukan kepada para Pelangganannya yang terlambat melakukan Pembayaran.
Isu Penarikan Paksa Kendaraan Bermotor telah menjadi Perhatian Serius, ketika Konsumen mengalami kesulitan membayar Angsuran atau Cicilan Kendaraan Mereka. Dan Perusahaan Pembiayaan cenderung menggunakan Layanan Debt Collector untuk melakukan Penarikan Kendaraan dari Konsumen. Dan tindakan tersebut juga kerap dilakukan tanpa memperhatikan Hak-Hak Konsumen.
Oleh karena itulah Negara Hadir melalui Keputusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor: 71/PUU-XIX/2021 yang menegaskan, bahwa Penarikan Kendaraan tidak boleh dilakukan secara semena-mena di Jalanan atau Tempat Umum. Kreditur atau Perusahaan Pembiayaan tersebut harus mengajukan Permohonan Pelaksanaan Eksekusi kepada Pengadilan Negeri (PN), yang memiliki Kewenangan untuk memutuskan terkait Penarikan Kendaraan Bermotor yang diakibatkan Gagal Bayar (Kredit Macet).
Dan Keputusan MK menunjukkan Komitmen Negara dalam melindungi Warga Masyarakat (Red, Konsumen) dari Tindakan Teror, Intimidasi, Kekerasan dan Penarikan Paksa yang merupakan jauh dari Rasa Keadilan. Putusan tersebut juga menegaskan, bahwa bagi Konsumen yang mengalami Kesulitan Keuangan untuk melakukan Pembayaran Angsuran harus dilakukan melalui Prosedur Hukum yang benar.
CATATAN SEBAGAI PEMBELAJARAN
Isu Aksi para Penagih Pinjaman atau yang lebih dikenal dengan sebutan Debt Collector (DC) akhir-akhir ini memang dianggap sebagai Momok yang meresahkan bagi Warga Masyarakat yang memiliki Hutang dengan para Pelaku Usaha Jasa Keuangan (Lembaga Pembiayaan/ Finance) dan mengalami kesulitan membayar Angsuran atau Cicilan. Karena sebagiam para DC tersebut melakukan Tindakan Premanisme, seperti Teror, Pengancaman, bahkan Perampasan Kendaraan jika Debitur (Peminjam) tidak menyelesaikan hutang-hutangnya (Pinjamannya). Padahal Tindakan yang Mereka lakukan tersebut jelas-jelas bertentangan dengan Hukum.
Seperti yang dikutip dari Laman Pusiknas: Pusat Informasi Kriminal Nasional https://pusiknas.polri.go.id/ Polda Metro Jaya melakukan Penangkapan terhadap 7 (Tujuh) Orang DC yang melakukan Perampasan Mobil milik Seorang Perempuan, Selegram, bernama Clara Shinta. Meski Clara memberikan Penjelasan dan ingin menyelesaikan Persoalan tersebut dengan baik-baik, namun para DC tersebut tetap melakukan Perampasan Mobil Selegram tersebut.
Mendapat Tindakan yang tidak nyaman dan merasa dirugikan, akhirnya Clara melaporkan Persoalan yang dihadapinya ke Polda Metro Jaya. Keberanian Clara membuahkan hasil dan Patut diacungi Jempol. Karena Polda Metro Jaya langsung memproses dan melakukan Penangkapan terhadap para DC tersebut.
Menurut Kapolda Jaya saat itu, Irjen Pol Fadil Amran, bahwa Penangkapan tersebut merupakan Konsistensi Kepolisisan menindak semua bentuk Kejahatan, baik yang dilakukan Perorangan maupun Kelompok. Bahkan Jenderal Fadil menganggap tidakan Teror, Intimidasi dan Perampasan yang dilakukan oleh para Penagih Hutang tersebut seperti Premanisme.
Bahkan Kapolda Metro Jaya, Irjen Fadil dengan Tegas menyatakan, “Kami akan melakukan Penegakan Hukum tanpa Pandang Bulu. Tidak boleh ada Kelompok maupun Perorangan yang melakukan Kekerasan seolah di atas Hukum. Akan berhadapan dengan Saya orang-orang itu,” Tegas Jenderal yang kini menyandang Pangkat Komisaris Jenderal (Komjen) Polisi atau Bintang Tiga Polri dan menduduki Posisi Kabaharkam Polri (23 Februari 2023).
Para Penagih Hutang (DC) yang melakukan Tindakan tersebut dijerat dengan Pasal berlapis. Selain Pasal 365, 368, 335, 336, Pasal 214 KUHP tentang Pengancaman, Pasal 170 KUHP tentang Pengeroyokan atau Tindak Kekerasan yang dilakukan oleh Seseorang secara bersama-sama dan terang-terangan di Tempat Umum, serta Pasal 310 KUHP tentang Pencemaran Nama Baik juga diterapkan.