Insiden ini segera dilaporkan ke Polresta Banyuwangi dengan didukung oleh 2 (Dua) Saksi yang menyaksikan langsung kejadian tersebut. Namun, mencuat Pertanyaan di Masyarakat ketika laporan tersebut tiba-tiba dicabut oleh Pelapor hanya sehari setelahnya, tepatnya pada 31 Oktober 2024. Ada apa di balik Pencabutan Laporan ini?
Penggunaan Senjata Api oleh Warga Sipil di Indonesia merupakan Kasus yang sangat jarang dan diatur ketat oleh Hukum. Sesuai aturan yang berlaku, Kepemilikan Senpi oleh Warga Sipil hanya diizinkan dalam kondisi tertentu, seperti saat berlatih atau mengikuti kompetisi, dan senjata tersebut harus disimpan dengan ketat. Bahkan Aparat TNI dan Polri hanya boleh membawa Senjata dalam Tugas tertentu di lapangan, dengan Izin khusus.
Jika Pengguna Senjata Api melakukan Tindakan Pengancaman tanpa izin, Hukum memperberat Sanksi yang bisa mencapai Hukuman Penjara hingga 20 Tahun, terutama bila Aksi tersebut mengancam Nyawa Orang lain.
Ketatnya Regulasi ini didukung oleh Undang-Undang No. 12 Tahun 1951 dan Perkapolri No. 18 Tahun 2015 yang mengatur Kepemilikan dan Penggunaan Senpi oleh Warga Negara Indonesia.
Kejadian Pengancaman di Ruang Publik, terutama dengan Senjata Api, pada umumnya diklasifikasikan sebagai Tindak Pidana Umum. Sehingga, Saksi dari Masyarakat Umum menjadi Unsur Penting dalam memperkuat Bukti dan Kredibilitas suatu kasus.
Seperti pada Insiden“Gurauan Bom” di Pesawat, Pelaku langsung diamankan oleh Pihak Keamanan, meskipun Ancaman tersebut bukan Ancaman Fisik langsung.
Namun, dalam Kasus di Banyuwangi ini, Proses Hukum yang begitu cepat berakhir dengan Pencabutan Laporan tanpa Transparansi dari Pihak Kepolisian terkait Penyelidikan.
Terjadi pula Skema Perdamaian antara Pelaku dan Korban yang memunculkan kesan Tidak Adil di Mata Masyarakat. Tindakan ini menuai kritik, karena dianggap menciderai Rasa Kepercayaan Publik terhadap Supremasi Hukum, terutama dari Pihak Polresta Banyuwangi.
Keadilan yang seharusnya hadir tanpa Diskriminasi terlihat seakan hanya Tegas terhadap Masyarakat tanpa Pengaruh atau Kekuasaan. Ketidaktransparanan dalam Penyelesaian Kasus ini meninggalkan kesan bahwa Hukum bersifat “Fleksibel” bagi Mereka yang memiliki Modal dan Akses Kekuasaan.
Jika Supremasi Hukum tidak dijunjung tinggi dan Transparansi tidak diterapkan dalam Proses Penyelidikan, kasus seperti ini akan memperkuat anggapan bahwa Hukum di Indonesia dapat diperjualbelikan. Hal ini merusak Kepercayaan Masyarakat terhadap Penegakan Hukum yang seharusnya berpihak pada Keadilan bagi semua
(JejakIndonesia & Indonesian Corruption News)
#IndonesianCorruptionNews #KabupatenBanyuwangi #PolrestaBanyuwangi
#KontraktorProyekPemerintah #BerlagakKoboi #AncamTukangParkir #SenjjataApi
1 thought on “Kontraktor Proyek Pemerintah Berlagak Koboi Ancam Tukang Parkir Dengan Senpi Karena Ditegur”