Oleh: Andi Purnama, ST, MM (Pengamat Kebijakan Publik dan Pembangunan)
Banyaknya Aset Peniggalan Sejarah masa lalu, khususnya yang berupa Tanah dan Bangunan pada Era/Zaman Kerajaan maupun Kesultanan sampai VOC dan Kolonial, dengan Agresi Belanda di Indonesia pada masa lalu, banyak meninggalkan Aset Tanah dan Bangunan maupun Infrastruktur lainnya. Demikian juga yang ada di Kabupaten Banyuwangi, Jawa Timur. Seperti Tanah dan Bangunan bekas Pabrik, bekas Kantor, Bank, Bangunan Markas, Gudang, Rumah Kediaman, Waduk, Irigasi, semua Aset tersebut tersebar di seluruh Desa maupun Kelurahan yang ada di Kabupaten Banyuwangi.
Pada Daerah Pedesaan, Peninggalan aset-aset tersebut dapat berupa Bangunan Air beserta Jaringan Irigasi, juga Aset Pendukung Pertanian lainnya, seperti Pabrik dan Pergudangan juga rumah-rumah tinggal Pegawai dari Aktifitas Perkebunan, Gudang dan Pabriknya. Bahkan juga Aset Peninggalan Jalur Distribusi berupa rel-rel Logistik sampai ke Desa – Desa dan menuju Wilayah Pantai/ Pelabuhan. Aset tersebut bila tidak segera diinfentarisasi dan didata ulang, akan hilang, baik Fisik maupun Kepemilikannya, berubah menjadi Aset Pribadi, menjadi Hak Milik/ SHM oleh para “Oknum Mafia Tanah”.
Mafia Tanah dalam mengubah dan menghilangkan aset-aset Tanah Negara (TN), diawali dari Perilaku Oknum terkecil, yaitu Pejabat Desa/ Kelurahan yang berwenang, Tergiur akan Imbalan/ Komisi yang besar dari Pemohon ataupun Jaringan Mafia Pertanahan. Apabila oknum Kepala Desa/ Kelurahan beserta Sekdes/ Carik dapat mengubah dan menyetujui, bertanda tangan atas Permohonan TN menjadi SHM, bahwa Tanah yang tadinya tidak mempunyai Dokumen dan Alas Hak, dapat menjadi Hak Milik, padahal Tanah dan Bangunan tersebut adalah Aset Bersejarah, bahkan diruntuhkan/ dibongkar Bangunan Fisiknya tanpa ada Persetujuan Penghapusan Aset kepada Pemerintah setempat. Dalam Aset TN antara Penguasaan Fisik dengan Aset Bangunan yang berada di atasnya, mempunyai Aturan yang dalam berbeda Pelepasannya. Apalagi terdapat PP No. 16 Tahun 2021, Tentang Bangunan Gedung, diwajibkan Kepemilikan Bangunan Gedung untuk didaftarkan Kepemilikannya, supaya Bersertifikat SBKBG (Surat Bukti Kepemilikan Gedung). Dan akan berakibat Pidana, bila Pemilik HGB atas Tanah TN, meruntuhkan/ merobohkan Bangunan Sejarah.
Kasus di daerah Banyuwangi, banyak sekali ditemui Tanah dan Bangunan, yang tadinya berstatus TN (Tanah Negara) serta Bangunan Tua Aset Peniggalan Sejarah, beralih menjadi Kepemilikan Pribadi, hanya bermodal Sertifikat Hak Guna Banguna/HGB, tanpa “Alas Dasar Kepemilikan”, dan tanpa Pertimbangan/ Putusan Pengadilan, tiba-tiba Tanah dan Aset Bangunan TN tersebut berubah menjadi SHM pada Hak Pribadi Seseorang, atas keterangan “Asal Usul Hak Persil adalah Pengakuan”. Jadi berubahnya Status dari HGB atas Tanah Negara (TN) menjadi Kepemilikan Pribadi melalui para “Mafia Tanah”. Berbeda bila Hak atas Kepemilikan Surat berjenis HGB merupakan Hak yang berasal dari Penurunan jenis Hak, dari SHM menjadi HGB, karena Kegiatan Penggabungan dalam Korporasi. Dari SHM diturunkan menjadi HGB atau Hak Pakai Asal Hak dari Perorangan/ Yasan, yang nantinya akan dapat ditingkatkan lagi menjadi SHM.
Perubahan HGB ataupun Hak Pakai atas Status Tanah Negara (TN) merupakan Tindakan yang dapat dikatakan Memanipuasi Dokumen atas Penyusunnya “Warkat/ Warkah”, karena Tanah dengan Status TN merupakan tTanah yang hanya dapat dilekatkan Status Kepemilikannya menjadi HGB, HGU, Hak Pakai, bukan berubah menjadi SHM dan kemudian akan diperjual belikan dengan Keuntungan Pemohon menjadi Ribuan kali lipat bila berhasil mengubah HGB/ HGU menjadi Hak Milik/ SHM, dengan Perantara MAFIA TANAH, yang disetujui oleh Kepala Kantor BPN/ ATR yang bekerja sama dengan Oknum Pejabat Tingkat Desa/ Kelurahan Pejabat Pembuat Akta, sampai Oknum Pejabat di BPN/ ATR, sehingga Aset Status milik Negara (TN) dapat dikatakan dilepaskan dengan cara-cara Mafia Tanah. Tanah Negara (TN) dan Bangunan Sejarah seharusnya kembali pada Negara, yang dikelola oleh Pemerintah Daerah, dengan Pendataan Lengkap dalam Bukti SBKBG yang harus segera dilaksanakan, supaya tidak menjadi Terhapuskan dan Hilang begitu saja, karena Perbuatan “Para Oknum Mafia” dilepas menjadi Kepemilikan dan aset-aset “Pribadi”. Pemerintah Kabupaten Banyuwangi, mendata dan menginfentaris Aset Tanah dan Peninggalan Sejarah, agar tidak hilang sedikit demi sedikit, menjadi dan menguntungkan Pribadi/ Perorangan dengan bekerja sama para Oknum.
Penyegeraan Pendataan dan Inventori Aset akan Menjaga Aset dan Bangunan Sejarah tidak mudah dihilangkan dan Aset TN dalam bentuk HGB dan HGU lebih Terpelihara, berkemanfaat secara berkesinambungan untuk Masyarakat luas, bukan melepas satu demi satu Tanah Negara (TN) tersebut menjadi/ berpindah menjadi Aset “Pribadi” atas Perbuatan Mafia-Mafia Pertanahan.