ICN Banyuwangi JATIM – Muhammad Helmi Rosyadi, Ketua Aliansi Rakyat Miskin (ARM) dan Koordinator Gerakan Buruh & Rakyat Anti Korupsi (GEBRAK), dikenal sebagai Tokoh yang gigih menyuarakan “ANTI KORUPSI”, serta membela hak-hak “Warga Miskin”.
Kali ini, Helmi bersama Aktivis Banyuwangi kembali menggelar Aksi di Kantor Kejaksaan Negeri (Kejari) Banyuwangi, Senin (04/11/2024), sebagai bentuk Protes atas Penanganan Kasus Korupsi yang dianggap lamban.
Dalam Aksi kemarin, Helmi secara simbolis menghamburkan Uang Jutaan Rupiah di area Kejari sebagai bentuk “Satire”, seolah-olah ingin menyampaikan Pesan, bahwa HUKUM di Banyuwangi bisa “DIBELI.” Kritik ini menunjukkan kekecewaan mendalam terhadap Penegakan Hukum yang dianggap tidak adil dan cenderung melindungi para Koruptor (MALING UANG RAKYAT).
Helmi yang juga Ketua Lingkar Studi Kerakyatan (LASKAR), ARM, GEBRAK, bersama Organisasi lainnya yang tergabung dalam Sekber Ormas, LSM, dan OKP Banyuwangi menyatakan *Mosi Tidak Percaya* terhadap Kejari Banyuwangi. Mereka menuduh bahwa Penegak Hukum tidak serius dalam memberantas Tindak Pidana Korupsi, yang justru semakin merajalela.
Helmi menyoroti ketidakseriusan dalam menangani kasus NAFIUL HUDA (mantan Kepala BKPP Banyuwangi) yang diduga terlibat dalam Pengadaan Fiktif Mamin APBD TA 2021. Dengan Ancaman Hukuman lebih dari Lima Tahun, Penahanan seharusnya sudah dilakukan. Namun hingga kini, Kejari Banyuwangi dianggap Pasif, sehingga para Aktivis mendesak Kejaksaan Agung RI atau Kejati Jatim untuk mengambil alih kasus ini agar tidak terjadi Konflik Kepentingan.
Apakah orang-orang yang Hobbynya nyolongi UANG NEGARA ini patut dilindungi atau Dihukum Mati?
Selain kasus NAFIUL HUDA, Sekber juga mempertanyakan Proyek Pembangunan Fasilitas di Kejari Banyuwangi, termasuk Pagar, Interior, dan Gedung Serbaguna yang dibangun Tahun 2023. Sekber menduga Proyek ini memiliki kaitan dengan Pengabaian Kasus yang melibatkan Dana Publik.
Sekber juga menuntut Penyelidikan yang Transparan atas kasus-kasus Korupsi yang mengendap, seperti kasus Pelabuhan Jeti Grand Watudodol, dugaan Fiktif di Dinas Pariwisata dan Kebudayaan, serta kasus lama di PT. Pelayaran Banyuwangi Sejati. Publikasi ini mengajak Masyarakat untuk tetap Waspada dan Berani menyuarakan Kebenaran.
#PENEGAKAN SUPREMASI HUKUM & HUKUMAN MATI BAGI KORUPTOR#
Kejahatan Korupsi yang kian merajalela di Banyuwangi menimbulkan dampak besar bagi Masyarakat, terutama Masyarakat Miskin yang seharusnya mendapat Akses ke Layanan Publik yang Layak.
Sesuai dengan Pasal 2 ayat (1) dari Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, yang telah diperbarui dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001, PELAKU KORUPSI dapat dikenakan “HUKUMAN MATI” jika Tindakannya dilakukan dalam keadaan tertentu. Keadaan tertentu ini meliputi Kasus Korupsi yang dilakukan saat Negara sedang mengalami Krisis Ekonomi atau Bencana Nasional.
Undang-Undang tersebut juga menyatakan, bahwa siapa pun yang secara sengaja merugikan Keuangan Negara atau Perekonomian Negara dengan memanfaatkan Jabatan atau Kekuasaan, Mereka, termasuk yang disebutkan dalam Pasal 3, bahwa Penyalahgunaan Jabatan untuk memperkaya diri atau orang lain secara melawan Hukum, dapat dijatuhi Hukuman Penjara hingga Seumur Hidup atau paling sedikit 4 Tahun.
#Ketidakadilan Hukum Mempertajam Ketimpangan#
Tindakan Kejari Banyuwangi yang terkesan melindungi Pejabat yang diduga Korup, seperti NAFIUL HUDA (Orang yang punya HobbyNyolongi Uang Rakyat Banyuwangi), hanya “Semakin Memperlebar Ketimpangan dalam Penegakan Hukum”
Fenomena ini menunjukkan Ketimpangan Serius dalam Sistem Hukum. Di mana Hukum tampak Tegas terhadap Rakyat kecil, namun Longgar terhadap Pelaku Korupsi berdana besar.
Aktivis Sekber Ormas dan LSM mengingatkan, bahwa Supremasi Hukum harus ditegakkan dengan adil, tanpa memandang Status Sosial, Ekonomi, atau Kedekatan Politik.
Sekber Ormas, LSM, dan OKP yang turut terlibat dalam protes ini menuntut Aparat PenegakHhukum untuk memperkuat Komitmen Mereka dalam upaya Pemberantasan Korupsi. Dengan menerapkan “Ancaman Hukuman Maksimal” sesuai dengan undang-undang, termasuk HUKUMAN MATI jika diperlukan, tindakan ini diharapkan mampu menimbulkan efek jera bagi para Koruptor. Sehingga kasus serupa tidak terulang di masa depan.
Para Aktivis juga mendesak dilakukan Reformasi dan Audit mendalam terhadap Kejari Banyuwangi. Melalui Reformasi dan Tindakan tegas, Kejari diharapkan bisa menjadi Lembaga yang konsisten mendukung Pemberantasan Korupsi, bukan justru menjadi Simbol Lemahnya Penegakan Hukum di Indonesia.
SEBAGAI CATATAN SAJA:
Para Pejabat yang tidak punya Rasa Empati dan Hati pasti tidak peduli, bagaimana dengan Nasib Rakyat kecil. Apalagi jika pada saat Pendaftaran Masuk Kerja menggunakan cara-cara jahat, dpastikan Perilakunya akan Bejat.
HARTA HASIL NYOLONG UANG NEGARA memang sangat gurih, bisa digunakan pergi ke Tanah Suci, Umroh dan Naik Haji.
Sepulangnya dari Ibadah Haji, dipanggil namanya tanpa Gelarnya lebih banyak tidak peduli, yang ada malah Sakit Hati, “Kurang ajar, gak sopan. Apa gak ngerti kalau berangkatnya pakai Plus Plus,” sembari ngomel dan menggerutu langsung pergi.
Biaya pake UANG HASIL NYOLONG kok bangga. Apa gak sadar, jika perilakunya itu tidak hanya mencurangi, membohongi dan menyakiti TUHAN, ALLAH SWT, tapi juga meludahi dan mengencingi TUHAN. “Wallahul Muwafiq illa Aqwamit Thariq”
#SupremasiHukum #HukumanMatiUntukKoruptor #KeadilanUntukRakyat**
#NoViralNoJustice #ViralorJustice
(HELMI ROSADI & INDONESIAN CORRUPTION NEWS)
#HamburkanUangJutaanRupiah #KantorKejariBanyuwangi
#KoruptorDilindungi